- Back to Home »
- SOSIOLOGI XI IPS »
- Pluralitas dan Pluralisme Agama
Posted by : Muhammad Zamroni
Senin, Februari 13, 2012
Meski mungkin sudah dipahami banyak
orang, perlulah tetap diangkat persoalan istilah pluralitas agama dan
pluralisme agama di sini. Pluralitas agama dalam fatwa MUI adalah sebuah
kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai
pemeluk agama yang hidup secara berdampingan. Dalam hal ini, Fatwa MUI
menyatakan bahwa masyarakat Muslim yang tinggal bersama pemeluk agama
lain dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan akidah dan ibadah,
bersikap inklusif dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan
pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.
Sedangkan yang dimaksud dengan pluralisme
agama dalam fatwa MUI adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua
agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif;
oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya
agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme
agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup
berdampingan di surga. Pluralisme agama serupa inilah yang diharamkan
dalam Fatwa MUI.
Diskursus yang berkembang selama ini
banyak yang merancukan penggunaan istilah pluralitas agama dengan
pluralisme agama. Mereka mengusung pluralisme agama, tetapi dalil-dalil
atau argumentasi yang digunakan tidak lain dalil-dalil dalam konteks
pluralitas agama. Pertanyaannya adalah, yang manakah yang dimaksud Erdal
Toprakyaran atau Maarif: pluralisme agama sebagai pluralisme agama
(sebagaimana dimaksud dalam fatwa MUI) atau pluralisme agama dalam arti
pluralitas agama?
Pluralitas dan Pluralisme dalam Alquran
Dalil-dalil yang dikemukakan Erdal sebagaimana dikutip Maarif tentang pluralisme dalam Alquran, hampir seluruhnya merupakan dalil-dalil dalam konteks pluralitas agama sebagaimana dimaksud dalam fatwa MUI. Terhadap dalil-dalil tersebut, tidak ada keberatan yang perlu diajukan, bahkan masih banyak lagi dalil yang bisa ditambahkan.
Pluralitas dan Pluralisme dalam Alquran
Dalil-dalil yang dikemukakan Erdal sebagaimana dikutip Maarif tentang pluralisme dalam Alquran, hampir seluruhnya merupakan dalil-dalil dalam konteks pluralitas agama sebagaimana dimaksud dalam fatwa MUI. Terhadap dalil-dalil tersebut, tidak ada keberatan yang perlu diajukan, bahkan masih banyak lagi dalil yang bisa ditambahkan.
Misalnya, pada masa Nabi SAW sudah
menetap di Madinah untuk beberapa waktu, dibuat perjanjian koeksistensi
antara umat Islam dan kaum Yahudi yang berdiam di Kota Madinah dan
sekitarnya. Isi perjanjian itu antara lain: Orang-orang Yahudi (dari
berbagai bani) adalah satu umat bersama-sama dengan orang-orang yang
beriman (orang Islam). Bagi orang-orang Yahudi itu, agama mereka; dan
bagi orang-orang Islam, agama mereka, dan (kedua belah pihak) mendapat
perlindungan atas kawan-kawan dan diri mereka masing-masing, kecuali
orang yang berbuat zalim dan dosa.
Erdal mengutip ayat tentang “agar mereka
berlomba satu sama lain” (2:148). Saya kutipkan ayat yang lebih lengkap
daripada itu yaitu 5:48 di mana Allah menyatakan antara lain, “Kalau
Allah menghendaki, niscaya kalian dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi
Allah hendak menguji kalian terhadap karunia yang telah diberikan-Nya
kepada kalian, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.”
Dalam konteks pluralitas agama
sebagaimana diatur dalam Alquran ini, haruslah dilengkapi penjelasan
bahwa sekalipun Islam melarang pemaksaan keyakinan beragama dan
menekankan kehidupan bersama lintas agama, tetapi dalam hal penerapan
hukum haruslah bersumber dari Allah dan Nabi Muhammad SAW. Pada surat
al-Maidah disebutkan barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa
yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang kafir (ayat
44), zalim (ayat 45), dan fasik (ayat 47). Ayat 48 dan 49 dari Surat
al-Maidah pun menekankan kewajiban memutuskan perkara di antara mereka
(baik untuk umat Islam maupun umat Ahlul Kitab) dengan apa yang
diturunkan Allah. Dan, masih banyak lagi ayat lain yang senada dengan
itu.
Dalam perjanjian Nabi SAW dengan kaum
Yahudi di Madinah yang telah saya kutip di atas juga dengan tegas
mencantumkan kata-kata: wa innakum mahmaa-khalaftum fiihi min syain fain
maraddahu ila allaah `azza wa jalla wa ila muhammadin SAW (bagaimanapun
terjadi perselisihan di antara kalian tentang suatu urusan, tempat
kembalinya adalah Allah azza wa jalla dan Muhammad SAW).
Menarik juga untuk mengetahui apa sikap
tegas dari Erdal dan Maarif terhadap kewajiban berhukum dengan apa yang
diturunkan Allah sekalipun untuk umat selain umat Islam: menerima atau
menolak? Erdal sebagaimana dikutip Maarif mengemukakan bahwa Alquran
mengakui potensi keselamatan bagi Keluarga Kitab, yaitu dalam 2:62.
Dalam hal ini Maarif menambahkan catatan pribadinya, bahwa ayat terakhir
ini yang juga terdapat dalam surat lain dengan redaksi yang sedikit
berbeda telah lama menjadi kontroversi di kalangan umat Islam. Maarif
tidak menyebutkan perbedaan antara ahli tafsir siapa melawan siapa.
Kaum Shabiah disebutkan tiga kali dalam
Alquran, yakni dalam 2:62, dalam 5:69 bersama-sama kaum Yahudi dan
Nasrani, dan dalam 22:17 bersama-sama kaum Yahudi, Nasrani, Majusi, dan
orang-orang musyrik. Ibnu Abbas memperingatkan (dalam Tafsir
At-Tabarii), yang pada pokoknya bahwa ketentuan ayat 2:62 hendaknya
tidak menimbulkan salah interpretasi bagi pembaca dengan harus
memperhatikan 3:85, “Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia
tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.”
Sejalan dengan 3:85, Nabi SAW bersabda,
“Demi Zat Yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorang pun baik
Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang diriku dari umat Islam ini,
kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa,
kecuali ia akan menjadi penghuni neraka,” (H.R. Muslim).
Ketentuan 3:85; dan hadis Nabi SAW di
atas cukuplah menjadi koridor yang tegas dan jelas bagi siapa pun yang
ingin menafsirkan 2:62 agar tidak melenceng dari makna yang seharusnya.
Pertanyaannya adalah, apakah Erdal atau Maarif bermaksud menggunakan
2:62 untuk mendalilkan adanya pluralisme agama dalam Alquran, yaitu
setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja
yang benar sedangkan agama yang lain salah, dan juga mengajarkan bahwa
semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga, suatu
paham yang telah difatwa bertentangan dengan ajaran Islam oleh MUI?
Sumber: Klik Disini