Perubahan Sosial, Modernisasi, dan Pembangunan

By : Muhammad Zamroni
Pengantar

Sebagaimana telah dinyatakan oleh Comte, sosiologi dibedakan menjadi sosiologi statik dan sosiologi dinamik. Walaupun kajian sosiologi di sekolah menengah lebih menekankan segi-segi statika, seperti pada pokok bahasan struktur sosial, kelompok dan kelas sosial, institusi, nilai dan norma, dan sebagainya, tetapi sebenarnya juga telah menyentuh aspek-aspek dinamik atau perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat, seperti hubungan dan dinamika kelompok sosial dalam masyarakat majemuk dan  mobilotas sosial, sertu tentu saja kajian spesifik tentang perubahan sosial, modernisasi, dan pembangunan.
Apa yang dimaksud dengan perubahan sosial?
Kingsley Davis memberikan pengertian bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur dan fungsi masyarakat,  sedangkan Selo Soemardjan menyatakan bahwa perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai, sikap, pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Bagaimana kalau perubahan sosial dibandingkan dengan perubahan kebudayaan?
Secara singkat dapat dibedakan bahwa, perubahan sosial merupakan perubahan yang terjadi pada struktur dan proses sosial (konfigurasi dan hubungan di antara unsur-unsur sosial),  sedangkan perubahan kebudayaan terjadi pada struktur kebudayaan (nilai/idea, pola bertindak, dan artefak).
Apabila menggunakan pemikiran struktur kebudyaan, maka ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas daripada perubahan sosial.  Perubahan sosial terbatas pada perubahan sistem tindakan (sistem sosial),  sedangkan perubahan kebudayaan meliputi semua perubahan pada aspek kebudayaan masyarakat, yang meliputi (1) sistem idea, (2) sistem sosial, dan (3) sistem artefak.  Namun, apabila menggunakan pendekatan bahwa masyarakat dan kebudayaan merupakan dwi tunggal, sehingga masyarakat merupakan wadah dan kebudayaan merupakan isi, maka perubahan sosial lebih luas ruang lingkupnya daripada perubahan kebudayaan. Karena perubahan sosial akan meliputi semua perubahan yang terjadi pada masyarakat. Perubahan kebudayaan merupakan perubahan pada isi. Sehingga, perubahan kebudayaan merupakan bagian dari perubahan sosial.
Lepas dari beda sudut pandang tentang ruang lingkup perubahan sosial dan perubahan kebudayaan, yang lebih penting diketahui adalah hubungan di antara keduanya.
Pernahkan Anda membayangkan,  perubahan interaksi sosial dari bersifat otoriter menjadi ekualiter apakah mungkin terjadi apabila tidak didahului oleh adanya perubahan nilai-nilai berkenaan dengan tanggapan orang terhadap orang lain dari yang bersifat vertikal (feodal) menjadi horizontal (demokratis)?Kemudian apa yang terjadi apabila dalam masyarakat terjadi perubahan-perubahan unsur kebudayaan seperti seni tari, seni musik, dan seterusnya, apakah akan mempengaruhi unsur-unsur sosial? Bandingkan dengan ketika suatu negara mengubah undang-undang dasarnya, apakah akan diikuti oleh perubahan-perubahan pada struktur dan proses sosial?
Berdasarkan hal tersebut, dapat ditarik semacam kesimpulan bahwa perubahan sosial selalu diawali oleh perubahan kebudayaan. Tetapi tidak semua perubahan unsur kebudayaan diikuti oleh perubahan sosial, hanya perubahan-perubahan unsur kebudayaan yang fundamental saja yang diikuti oleh perubahan sosial. Misalnya perubahan undang-undang dasar. Perubahan unsur-unsur seni tidak akan diikuti oleh perubahan sosial, karena tidak bersifat fundamental.
Mengidentifikasi perubahan sosial
Perubahan sosial dapat diketahui bahwa telah terjadi dalam masyarakat dengan membandingkan keadaan pada dua atau lebih rentang waktu yang berbeda. Misalnya struktur masyarakat Indonesia pada masa pra kemerdekaan, setelah merdeka,  orde lama, orde baru, reformasi, dst.
Yang harus dipahami adalah bahwa suatu hal baru yang sekarang ini bersifat radikal, mungkin saja beberapa tahun mendatang akan menjadi konvensional, dan beberapa tahun lagi akan menjadi tradisional.
Bahwa perubahan sosial dapat dipastikan terjadi dalam masyarakat, karena adanya ciri-ciri sebagai berikut.
  • Tidak ada masyarakat yang berhenti berkembang, setiap masyarakat pasti berubah, hanya ada yang cepat dan ada yang lambat
  • Perubahan yang terjadi pada lembaga sosial tertentu akan diikuti perubahan pada lembaga lain
  • Perubahan sosial yang cepat akan mengakibatkan disorganisasi sosial
  • Disorganisasi sosial akan diikuti oleh reorganisasi melalui berbagai adaptasi dan akomodasi
  • Perubahan tidak dapat dibatasi hanya pada bidang kebendaan atau spiritual saja, keduanya akan kait-mengkait
Tipologi perubahan
Perubahan Siklus dan Linier
Perubahan siklus
Perubahan-perubahan berpola siklus diterangkan antara lain oleh Arnold Toynbe, Oswald Spengler, dan Vilfredo Pareto, bahwa masyarakat berkembang laksana suatu roda, kadangkala naik ke atas, kadang kala turun ke bawah. Spengler dalam bukunya The Decline of The West menyatakan bahwa kebudayaan tumbuh, berkembang dan pudar laksana perjalanan gelombang yang muncul mendadak, berkembang, kemudian lenyap
Perubahan linier
Perubahan berpola linier dianut oleh Comte, Spencer, Durkheim, Weber, Parsons, dst.,  bahwa kemajuan progresif masyarakat mengikuti suatu jalan yang linier, dari suatu kondisi ke kondisi lain, misalnya dari tradisional menjadi modern, dari agraris ke industria, atau sebagaimana yang dikemukakan oleh Alvin Tofler bahwa masyarakat akan bergerak dari masyarakat gelombang I yang agraris, menuju ke gelombang II yang industrial, dan akhirnya gelombang III masyarakat informasi, dan sebagainya.

Evolusi dan Revolusi
Evolusi merupakan perubahan yang berangsung secara lambat.  Menurut uniliniar theory of evolution ,  evolusi berlangsung melalui tahap-tahap evolusi tertentu,  menurut universal theory of evolution, perubahan yang terjadi secara lambat dan mengikuti garis evolusi tertentu, sedangkan menurut multilineal theory of evolution,  perubahan evolusi tidak mengikuti tahap atau garis evolusi tertentu,  karena perubahan pada  suatu unsur dapat mengakibatkan perubahan pada unsur lain, sehingga bersifat multilineal.

Sedangkan, revolusi merupakan perubahan yang berlangsung cepat, radikal,  dan/atau menyangkut nilai-nilai dan unsur-unsur yang mendasar.
Revolusi dapat berlangsung dalam kehidupan ekonomi, sosial, politik, maupun kebudayaan. Dalam kehidupan politik,  revolusi politik terjadi apabila:  (1) ada keinginan umum, (2) ada pemimpin, (3) pemimpin tadi dapat menampung aspirasi,  (4) pemimpin tadi dapat menunjukkan tujuan yang konkrit maupun yang abstrak paska revolusi, dan (5) ada momentum yang tepat. Dapat dibayangkan, Revolusi Indonesia pada 17 Agustus 1945, dapat terjadi karena adanya momentum yang tepat, pembomam Hiroshima dan Nagasaki yang membuat Jepang lumpuh.
Perubahan Progresif dan regresif
Perubahan progresif merupakan perubahan ke arah kemajuan, sedangkan regresif merupakan perubahan menuju kea rah keadaan yang lebih buruk (mundur).
Peubahan intended (diinginkan) dan unintended (tidak diinginkan)

Perubahan intended merupakan perubahan yang diinginkan atau direncanakan (planned change), misalnya pembangunan, sedangkan unintended merupakan perubahan-perubahan  yang tidak diinginkan (dapat berupa dampak dari suatu perubahan).
Mengapa masyarakat mengalami perubahan?
Masyarakat mengalami perubahan disebabkan oleh baik faktor-faktor yang bersifat internal maupun eksternal, baik yang bersifat material ataupun nonmaterial/ideologis.
David Mc Clelland menyebut faktor hasrat meraih prestasi (n-Ach = need for achievement) sebagai faktor perubahan, sedangkan Alvin Betrand menyebut faktor komunikasi sebagai faktor perubahan yang penting.
Faktor-faktor penyebab perubahan
Apabila dibedakan menurut asal faktor, maka faktor-faktor penyebab perubahan dapat dibedakan antara faktor-faktor internal dan eksternal.
Faktor-faktor eksternal, atau faktor-faktor yang beasal dari luar masyarakat, dapat berupa: (1) pengaruh kebudayaan masyarakat lain,  yang meliputi proses-proses difusi (penyebaran unsur kebudayaan), akulturasi (kontak kebudayaan), dan asimilasi (perkawinan budaya), (2)  perang dengan negara atau masyarakat lain, dan (3) perubahan lingkungan alam, misalnya disebabkan oleh bendana.
Faktor-faktor internal, merupakan faktor-faktor perubahan yang berasal dari dalam masyarakat, misalnya (1) perubahan aspek demografi (bertambah dan berkurangnya penduduk), (2) konflik antar-kelompok dalam masyarakat, (3) terjadinya gerakan sosial dan/atau pemberontakan (revolusi), dan (4) penemuan-penemuan baru, yang meliputi (a) discovery, atau penemuan  ide/alat/hal baru yang belum pernah ditemukan sebelumny (b) invention, penyempurnaan penemuan-penemuan pada discovery oleh individu atau serangkaian individu, dan (c) inovation, yaitu diterapkannya ide-ide baru atau alat-alat baru menggantikan atau melengkapi ide-ide atau alat-alat yang telah ada.
Faktor material dan immaterial
Faktor-faktor penyebab perubahan menurut jenisnya dapat dibedakan antara faktor-faktor yang bersifat material dan yang bersifat immaterial. Faktor-faktor yang bersifat material, meliputi: (1)  perubahan lingkungan alam, (2) perubahan kondisi fisik-biologis, dan (3)  alat-alat dan teknologi baru, khususnya Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Sedangkan faktor-faktir yang bersifat nonmaterial, meliputi: (1) ilmu pengetahuan, dan (2) ide-ide atau pemikiran baru, ideologi, dan nilai-nilai lain yang hidup dalam masyarakat.
Max Weber menyatakan bahwa industrialisasi dan modernisasi di Eropa Barat pada abad ke-19 bersumber pada pandangan hidup agama Kristen Protestan (baca: Weber dalam The Protestan Ethic and The Spirit of Capitalism). Robert N. Bellah mengkaji tentang pengaruh agama Tokugawa terhadap perkembangan Jepang yg menghasilkan Restorasi Meiji. Ajaran Tokugawa: tentang bekerja keras dan menghindari pemborosan waktu, hidup hemat, serta jujur.
Di samping dikenal adanya faktor penyebab perubahan, berikut diidentifikasi tentang faktor-faktor pendorong dan penghambat perubahan.
Faktor pendorong perubahan:
  1. Kontak/komunikasi dengan kelompok/kebudayaan lain
  2. Pendidikan yang maju
  3. Need for Achievement (n-Ach)
  4. Sikap menghargai orang lain dan kebudayaannya
  5. Toleransi
  6. Struktur sosial (stratifikasi) terbuka
  7. Penduduk yang heterogen
  8. Ketidakpuasan terhadap keadaan
  9. Orientasi ke masa depan
Faktor penghambat perubahan
  1. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain
  2. Perkembangan IPTEK yang terhambat
  3. Sikap masyarakat yang tradisional
  4. Vested interested
  5. Ketakutan akan terjadi kegoyahan dalam sistem sosial apabila terjadi perubahan
  6. Prasangka terhadap hal baru
  7. Hambatan ideologis (nilai sosial)
  8. Hambatan adat dan tradisi
Industrialisasi, Urbanisasi dan Modernisasi
Modernisasi merupakan proses menjadi modern. Istilah modern berasal dari kata modo yang artinya yang kini. Sehingga, modernisasi dapat diartikan sebagai cara hidup yang sesuai dengan situasi yang kini ada, atau konteks masa sekarang.  Apabila cara hidup suatu masyarakat seperti  yang diwariskan oleh nenek-moyang atau generasi pendahulunya, masyarakat tersebut disebut masyarakat tradisional. Istilah tradisi berasal dari kata traditum yang artinya warisan.
Tekanan pengertian modernisasi adalah pada teknologi dan organisasi sosial.
Menurut Samuel Huntington proses modernisasi mengandung beberapa ciri pokok sebagai berikut:
  1. Merupakan proses bertahap, dari tatanan hidup yang primitif-sederhana menuju kepada tatanan yang lebih maju dan kompleks
  2. Merupakan proses homogenisasi. Modernisasi membentuk struktur dan kecenderungan yang serupa pada banyak masyarakat. Penyebab utama proses homogenisasi ini adalah perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi. Contoh: fenomena coca colonization, Mc world serta californiazation.
  3. Terwujud dalam bentuk lahirnya sebagai: Amerikanisasi dan Eropanisasi
  4. Merupakan proses yang tidak bergerak mundur, tidak dapat dihindrkan dan tidak dapat dihentikan
  5. Merupakan proses progresif (ke arah kemajuan), meskipun tidak dapat dihindari adanya dampak (samping).
  6. Merupakan proses evolusioner, bukan revolusioner dan radikal; hanya waktu dan sejarah yang dapat mencatat seluruh proses, hasil maupun akibat-akibat serta dampaknya
Alex Inkeles dan David Smith mengemukakan ciri-ciri individu modern, sebagai berikut:
  1. Memiliki alam pikiran (state of mind) yang terbuka terhadap pengalaman baru
  2. Memiliki kesanggupan membentuk dan menghargai opini
  3. Berorientasi ke depan
  4. Melakukan perencanaan
  5. Percaya terhadap ilmu pengetahuan
  6. Memiliki keyakinan bahwa segala sesuatu dapat diperhitungkan
  7. Menghargai orang lain karena prestasinya
  8. Memiliki perhatian terhadap persoalan politik masyarakat
  9. Mengejar fakta dan informasi
Modernisasi sebagai proses industrialisasi dan urbanisasi
Menjadi modern identik dengan menjadi kota atau menjadi industri. Sehingga perubahan dari tradisional ke modern, akan identik dengan peubahan dari situasi desa menjadi kota, dan perubahan dari kehidupan agraris ke industri.
Talcott Parson menyebut variable-variabel yang berubah dalam perubahan itu, yaitu
  1. “Affektivity” ke “Affective Neutrality”. Dari hubungan-hubungan dan tindakan yang didasarkan pada perasaan, ke hubungan-hubungan dan tindakan yang didasarkan pada pertimbangan rasional atau kepentingan tertentu. Modernisasi dan industrialisasi membuat warga masyarakat mampu menunda kesenangan, yang kalau dalam aktivitas ekonomi akan muncul sebagai investasi.
  2. “Partikularisme” ke “Universalisme”. Dari interaksi dan komunikasi yang terbatas pada kelompok-kelompok, golongan-golongan, atau aliran-alirann, berubah ke lingkup yang lebih luas (universal).
  3. “Orientasi Kolektif” ke “Orientasi Diri”. Dari orientasi hidup untuk kepentingan kelompok ke kepentingan diri.
  4. “Askriptif” ke “Achievement”. Dari penghargaan kepada faktor-faktor bawaan lahir, berubah kepada penghargaan-penghargaan berdasarkan prestasi.
  5. “Functionally diffused” ke “Functionally specified”. Dari cara kerja yang bersifat umum dan serba meliputi, berubah menjadi berdasarakan kekhususan atau spesialiasi yang dibatasi oleh konteks ruang dan waktu. Bandingkan hubungan antara orangtua – anak dengan guru – murid. Orangtua – anak tidak terbatas oleh ruang dan waktu, sedangkan guru – murid dibatasi oleh ruang dan waktu.
PEMBANGUNAN
Pembangunan merupakan perubahan sosial dengan ciri-ciri sebagai berikut.
  1. Merupakan perubahan untuk mewujudkan suatu kondisi kehidupan yang lebih baik dari yang sekarang
  2. Meliputi seluruh aspek kehidupan: fisik, sosial, ekonomi, politik maupun kebudayaan
  3. Kuantitatif dan kualitatif
  4. Secara sadar dilakukan
  5. Menggunakan perencanaan (social planning)
  6. Menghasilkan perubahan sosial dan kebudayaan
  7. Dalam prosesnya memerlukan perubahan sosial dan kebudayaan
  8. Bermuara pada kondisi ideal (maka pembangunan merupakan proses yang tidak pernah selesai)
KONSEP TENTANG NEGARA BERKEMBANG
Dulu pernah disebut “backward nations” dengan ciri: (1) kemelaratan kronis, (2) kemelaratan tersebut bukan karena    tiadanya SDA, tetapi teknik produksi yg usang.
Istilah tersebut dinilai merendahkan dan tidak menghargai martabat bangsa-bangsa yang dimaksud, kemudian disebut “underdeveloped” atau “lower developed countries” (LDC), yg  dihadapkan dng developed atau more developed countries (MDC). Istilah diperbarui menjadi ”developing countries”= negara-negara sedang berkembang. Dalam Konferensi Asia Afrika (Bandung, 1955), sebutan tersebut diubah menjadi “Negara-negara Selatan”.  Di lain pihak adalah Negara-negara Utara. Latar belakang istilah ini adalah bahwa kenyataan sebagian besar negara-negara yang dimaksud berada di belahan bumi selatan, walaupun tidak semuanya. Australia meskipun berada di belahan bumi selatan, tetapi tidak termasuk kelompok negara-negara ini.
Sebutan yang lain: DUNIA KETIGA.  Sisi lain: DUNIA PERTAMA dan KEDUA. Dunia pertama adalah negara-negara maju, sedangkan dunia kedua adalah negara-negara sosialis di Eropa Timur.
PERMASALAHAN DI NEGARA BERKEMBANG
  1. Tingkat kehidupan yang rendah
  2. Produktivitas yang rendah
  3. Pertumbuhan penduduk dan angka ketergantungan (Dependency Ratio) yang tinggi
Ketiga permasalahan ini melahirkan kemiskinan dan saudara kembarnya keterbelakangan, dan membentuk lingkaran setan yang tidak ada ujung pangkalnya. Sehingga, permasalahan utama pembangunan negara-negara berkembang adalah bagaimana mengeluarkan orang dari lingkaran ini.
MACAM-MACAM KEMISKINAN
Menurut jenisnya:
  1. Absolut (mutlak)
  2. Relatif (nisbi)
  3. Subjektif
Menurut penyebabnya:
  1. Kemiskinan struktural
  2. Kemiskinan kultural
  3. Kemiskinan Natural
Penjelasan:
Kemiskinan Absolut
Ketika sumber daya ekonomi seseorang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya yang paling dasar. Patokannya adalah Garis Kemiskinan.
Garis Kemiskinan
Tentang garis kemiskinan Prof. Sayogya, menggunakan ukuran tingkat konsumsi yang ekuivalen dengan 240 kg beras/kapita/tahun di desa, atau 360 kg beras/kapita/tahun di kota.
Atau dapat juga menggunakan Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) yang ukurannya adalah kemampuan suatu keluarga memenuhi sembilan bahan kebutuhan pokok (sembako). Wujud real KFM adalah ditetapkannya Upah Minimum Propinsi (UMP) yang sebelumnya disebut sebagai UMR (Upah Minimum Regional). Sebagai gambaran, pada tahun 2010 ini Serikat Pekerja Seluruh Indonesia menyepakati bahwa UMP Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar Rp802.000/pekerja/bulan, dengan asumsi seorang pekerja menanggung beban seorang isteri dan dua orang anak.
Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif merupakan kemiskinan akibat adanya perbandingan kelas-kelas pendapatan.  Pengertian kemiskinan relatif menurut BPS (2008) adalah “suatu kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan”.
Kemiskinan subjektif
Dalam pengertian kemiskinan subyektif, setiap orang mendasarkan pemikirannya sendiri dengan menyatakan bahwa kebutuhannya tidak terpenuhi secara cukup walaupun secara absolut atau relatif sebenarnya orang itu tidak tergolong miskin.
Kemiskinan natural
Kemiskinan natural merupakan kemiskinan yang bersumber atau disebabkan oleh karenanya minimnya sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Kemiskinan Kultural
Kemiskinan yang disebabkan oleh sikap hidup masyarakat yang diwarnai oleh The culture of Poverty (kebudayaan kemiskinan).
Pengertian budaya miskin (cultur of poverty) yang dikemukakan Oscar Lewis digunakan berbagai pihak sebagai rujukan untuk merumuskan pengertian kemiskinan kultural, sebagai kemiskinan yang diakibatkan oleh faktor-faktor adat dan budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang tetap melekat dengan indikator kemiskinan,  seperti
1)      sikap malas dan rendahnya etos kerja serta sikap pasrah menerima nasib
2)      mengutamakan status dari pada fungsi dan prestasi
3)      mentalitas meremehkan mutu
4)      sikap tidak disiplin dan tidak menghargai waktu
5)      sikap tidak jujur
6)      hidup bermewah-mewah (hedonis) dan boros; ketidakmampuan menunda kesenangan (affectivity)
7)      tiadanya sikap percaya diri (mentalitas bangsa terjajah)
8)      prasangka buruk terhadap perubahan dan pembangunan

Kemiskinan struktural
Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang ditengarai disebabkan oleh kondisi struktur atau tatanan kehidupan yang tidak menguntungkan, bukan oleh sebab-sebab atau  faktor-faktor yang alami atau faktor-faktor pribadi dari orang miskin itu sendiri, melainkan oleh sebab tatanan sosial yang tidak adil.
Tatanan yang tidak adil ini menyebabkan banyak masyarakat gagal untuk mengakses sumber-sumber yang dibutuhkan untuk mengembangkan dirinya maupun untuk meningkatkan kualitas kehidupannya.
Faktor-faktor tersebut utamanya ditengarai berasal dari pemerintah dan struktur-struktur kekuasaan yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Faktor-faktor penyebab dalam pengertian kemiskinan struktural antara lain kebijakan sosial yang tidak berpihak kepada masyarakat, penguasaan sumberdaya secara berlebihan oleh pemerintah, pembangunan yang tidak dialokasikan secara adil dan terbatasnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berperan sebagai subjek dalam pembangunan.
Misalnya persoalan, mengapa seseorang menjadi penganggur. Sama sekali tidak disebabkan oleh sebab-sebab atau faktor-faktor yang bersifat individual, melainkan:
1)         Perubahan teknologi (mesin-mesin baru)
2)         Perubahan cara kerja (efisiensi)
3)         Pekerjaan dilakukan di tempat/negara lain (globalisasi)
4)         Perubahan politik (kebijakan pemerintah)
5)         Perubahan budaya (dibutuhkan produk yang berbeda)

Dampak perubahan
Dampak positif perubahan:
Globalisasi
Memudarnya batas-batas fisik/geografik maupun politik dalam masyarakat dunia, sehingga interaksi dan komunikasi sosial di antara orang-orang dapat berlangsung tanpa hambatan-hambatan yang bersifat geografik maupun politik.
Hal positif yang dapat diambil dari globalisasi adalah berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, karena arus informasi dan alih teknologi dapat berlangsung tanpa batas.
HAM
Universalisme yang berkembang sesuai dengan arus perubahan menjadikan orang-orang mengakui akan HAM. Hak-hak azazi manusia tidak lagi dibatasi karena ras yang berbeda, agama yang berbeda, daerah, atau sukubangsa.
Demokratisasi
Terbukanya peluang berpartisipasi dalam proses ekonomi, sosial, politik, maupun kebudayaan bagi segenap warga masyarakat, tidak memandang asal-usul daerah, kesukubangsaan, ras, aliran, ataupun agama.
Modernisasi
Modernisasi merupakan proses menjadi modern. Istilah modern berasal dari kata modo yang artinya yang kini. Sehingga, modernisasi dapat diartikan sebagai cara hidup yang sesuai dengan situasi yang kini ada, atau konteks masa sekarang.  Apabila cara hidup suatu masyarakat seperti  yang diwariskan oleh nenek-moyang atau generasi pendahulunya, masyarakat tersebut disebut masyarakat tradisional. Istilah tradisi berasal dari kata traditum yang artinya warisan. Tekanan pengertian modernisasi adalah pada teknologi dan organisasi sosial.
Dampak Negatif  Perubahan sosial, Modernisasi, dan Pembangunan
Beberapa dampak negatif dari perubahan sosial adalah:
  1. Westernisasi (meniru gaya hidup orang barat tanpa reserve).
  2. Sekularisme (pada tingkatnya yang moderat, sekularisme merupakan pandangan hidup yang memisahkan kehidupan agama dengan kehidupan dunia, pada tingkatnya yang lebih ekstrim, sekularisme merupakan pandangan hidup yang menekankan pada pentingnya kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat, bahkan sampai pada faham yang tidak mengakui adanya Tuhan)
  3. Konsumerisme (pandangan hidup bahwa lebih baik membeli produk barang dan jasa daripada membuatnya sendiri)
  4. Konsumtivisme (mengkonsumsi barang dan jasa yang sebenarnya bukan merupakan keperluannya)
  5. Hedonisme (cara hidup bermewah-mewah untuk mengejar prestise atau gengsi tertentu)
  6. Liberalisme (faham kebebasan berfikir, misalnya Islam Liberal)
  7. Feminisme (gerakan sosial yang berupaya menempatkan perempuan dalam urusan-urusan public).
  8. Separatisme/pemberontakan/pergolakan daerah
  9. Kesenjangan sosial dan ekonomi, yang terjadi karena ketidakadilan dalam proses pembangunan, misalnya karena menekankan atau memprioritaskan daerah atau golongan sosial tertentu
  10. Munculnya berbagai tindak kejahatan, baik yang berupa kejahatan kerah putih (white collar crime) maupun yang berupa kejahatan kerah biru (blue collar crime)
  11. Munculnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kenakan remaja, prostitusi, dan sebagainya yang disebabkan oleh adanya keinginan untuk menyesuaikan dengan taraf hidup, tetapi tidak didukung oleh kemampuan dan ketrampilan yang memadai (demonstration effect)
Sumber: Klik Disini

Modernisasi, Industrialisasi, & Urbanisasi

By : Muhammad Zamroni
Pengertian Modernisasi
Modernisasi dapat diartikan sebagai proses perubahan dari corak kehidupan masyarakat yang “tradisional” menjadi “modern”, terutama berkaitan dengan teknologi dan organisasi sosial. Teori modernisasi dibangun di atas asumsi dan konsep-konsep evolusi bahwa perubahan sosial merupakan gerakan searah (linier), progresif dan berlangsung perlahan-lahan, yang membawa masyarakat dari tahapan yang primitif kepada keadaan yang lebih maju.
Tradisionalitas
Istilah tradisional berasal dari kata Latin “traditum” yang artinya sesuatu yang diteruskan atau diwariskan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Sesuatu yang diwariskan dapat berupa:
  1. Sistem nilai, dapat berupa kepercayaan, keyakinan, agama, idea atau gagasan
  2. Cara hidup (oleh Emmile Durkheim disebut sebagai fakta sosial, yakni cara berfikir, berperasaan dan bertindak para warga masyarakat yang mengikat).
  3. Teknologi
  4. Lembaga atau pranata sosial
Suatu masyarakat dapat disebut sebagai masyarakat tradisional apabila hidup dengan sistem nilai, cara berfikir, berperasaan dan bertindak, teknologi dan lembaga atau pranata sosial yang diwariskan dan secara turun temurun dipelihara.
Contoh masyarakat tradisional: masyarakat atau komunitas desa.
Ciri-ciri tradisional masyarakat perdesaan:
Masyarakat desa adalah masyarakat yang tinggal pada suatu wilayah dengan batas-batas tertentu dan di antara para warganya mempunyai hubungan yang lebih erat dan mendalam daripada hubungannya dengan orang-orang yang berada di luar batas wilayahnya.
William F. Oughburn dan Nimkoff Meyer memberikan definisi bahwa desa adalah sebuah organisasi kehidupan sosial yang menyeluruh di dalam suatu wilayah dengan batas-batas tertentu (a total organization of social life within a limited area).
Terdapat banyak macam desa, tetapi berikut ini dikemukakan tiga macam desa menurut perkembangannya:
  1. Desa swadaya, yaitu desa yang masih bersifat tradisional. Adat istiadat mengikat kuat. Mata pencaharian penduduknya semacam dan diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Tingkat produktivitasnya rendah dan sarana kehidupannya kurang.
  2. Desa swakarya, yaitu desa yang adat istiadatnya sudah mulai mengalami perubahan karena pengaruh kebudayan dari luar desa yang telah mulai masuk. Lapangan pekerjaan dan mata pencaharian mulai terdiferensiasi dan  berkembang dari sektor primer ke sekunder. Produktivitas desa mulai meningkat seiring dengan mulai bertambahnya sarana dan prasarana desa.
  3. Desa swasembada, yaitu desa yang telah mengalami kemajuan, ikatan adat istiadat tidak kuat lagi, teknologi telah digunakan dalam proses produksi barang dan jasa, mata pencaharian masyarakatnya beraneka ragam. Sarana dan prasarana desa sudah memadai, bahkan di beberapa desa tidak dapat lagi dibedakan dari sarana dan prasarana kota, seperti: jaringan listrik dan telepon, air minum, jalan beraspal, angkutan umum, dan sebagainya.
Meskipun demikian ada beberapa ciri umum masyarakat desa, yaitu:
  1. Isolasi, yakni hubungan yang terbatas dengan orang-orang di luar desa, sebuah komunitas desa bisa jadi terpisah hubungannya dengan komunitas desa lain. Karena keterbatasan ini menjadikan seorang warga desa sangat mengenal warga desa yang lainnya seluruh aspek kepribadiannya, bukan hanya peran dan fungsinya dalam masyarakat.
  2. Homogenitas, yakni keseragaman yang relatif mengenai latar belakang etnik, keluarga maupun cara hidup di antara para warga desa
  3. Pertanian. Kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat desa identik dengan masyarakat pertanian. Tentunya pertanian dalam arti luas, yang menyangkut aktivitas bercocok tanam, beternak, memelihara ikan maupun berkebun. Kalaupun ada warga desa yang berstatus sebagai pegawai negara, guru, dokter, petugas keamanan, macam-macam tukang, dan sebagainya, tetapi mereka tetap terlibat baik langsung maupun tidak langsung dengan aktivitas pertanian.
  4. Ekonomi subsisten, artinya aktivitas ekonomi masyarakat desa dioerientasikan kepada menghasilkan barang-barang dan jasa untuk mencukupi keperluan sendiri, tidak diorientasikan kepada ekonomi pasar.
Sebagai pembanding mengenai ciri-ciri masyarakat desa, berikut ini dikemukakan rincian yang dikemukakan oleh Roucek dan Warren:
  1. Masyarakat desa memiliki sifat yang homogen dalam hal mata pencaharian, kebudayaan dan tingkah laku
  2. Kehidupan masyarakat desa menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi dan berperan dalam pengambilan keputusan
  3. Faktor geografi sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada, misalnya keterkaitan anggota masyarakat dengan tanah atau desa kelahirannya
  4. Hubungan sesama warga desa lebih intim dan awet dari pada kota
Sedangkan Rogers mengemukakan ciri masyarakat desa, sebagai berikut:
  1. Mutual distrust interpersonal relations (rasa ketidakpercayaan timbal balik di antara warga desa berkaitan dengan sumber-sumber ekonomi desa seperti tanah)
  2. Perceived limited group (pandangan untuk maju yang sempit dan terbatas)
  3. Dependence on hostility towards government authority (ketergantungan dan sekaligus curiga terhadap pemerintah atau kepada unsur-unsur pemerintah)
  4. Familiesm (adanya keakraban dan keintiman hubungan sosial di antara orang-orang yang memiliki hubungan darah)
  5. Lack of innovationess (rasa enggan untuk menciptakan atau menerima ide baru)
  6. Fatalism (pandangan bahwa kegagalan atau keberhasilan lebih banyak ditentukan oleh faktor eksternal dari pada faktor internal dalam diri warga masyarakat. Dalam hal ini Dr. Nasikun mengemukakan tiga macam bentuk fatalisme masyarakat perdesaan: (1) supernaturalism, (keberhasilan atau kegagalan ditentukan oleh sesuatu yang bersifat supernatural/ghaib), (2) situational fatalism (sikap apatis dan pasif terhadap kemungkinan perbaikan kehidupan karena kondisi atau situasi kehidupan tertentu, karena orang kecil, karena tanah pertaniannya sempit, dan sebagainya), (3)project negativism (sikap apatis dan pasif terhadap inovasi atau pembaruan yang disebabkan oleh kegagalan-kegagalan yang telah dialami dan dihayati di masa silamLimited aspiration (adanya keterbatasan dan ketidakmampuan menyatakan dan menyalurkan keinginan-keinginan)
  7. Lack of deferred gratification (ketidakmampuan menunda kesenangan dan kenikmatan hidup sekarang, misalnya hasrat menabung atau berinvestasi)
  8. Limited view of this world (pandangan yang terbatas terhadap dunia luar)Low emphatic (yakni rendahnya ketrampilan “menangkap” peranan orang lain, misalnya ketidakmampuan memahami keadaan orang lain).

Modernitas
Istilah modern berasal dari kata “modo” yang artinya “yang kini” (just now). Dengan demikian masyarakat dinyatakan modern apabila para warganya hidup dengan sistem nilai, cara berfikir, berperasaan dan bertindak, teknologi serta organisasi sosial yang baru, yang sesuai dengan konstelasi zaman sekarang. Contoh masyarakat modern adalah masyarakat kota.
Ciri-ciri modern masyarakat perkotaan

Memberikan definisi atau batasan tentang kota tidaklah mudah. Banyak aspek yang harus menjadi perhatian dan dapat menjadi dasar penyusunan batasan. Suatu masyarakat dinyatakan sebagai kota dapat karena kehidupan sosialnya, dapat karena keadaan budayanya, dapat karena kehidupan ekonominya, pemerintahannya, ataupun jumlah dan kepadatan penduduknya.
Prof. Bintarto memberikan batasan bahwa kota merupakan suatu jaringan kehidupan sosial dan ekonomi yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai oleh strata sosial dan ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistik.
Kota merupakan fenomena yang unik dan kontradiktif. Di satu sisi kota merupakan identifikasi kemajuan, kegembiraan dan daya tarik: sebagai pusat pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan hiburan, kesehatan dan pengobatan, dan sebagainya.  Di sisi yang lain, kota ternyata identik pula dengan perilaku buruk, immoralitas dan bahkan kejahatan: hedonisme atau kemewahan hidup, pemuasan diri tanpa batas, kepura-puraan dan ketidakjujuran,
Beberapa ciri umum masyarakat kota dikemukakan sebagai berikut:
Anonimitas
Kebanyakan warga kota hidup dengan menghabiskan waktunya di tengah kumpulan manusia yang anonim. David Riesman menyebutnya sebagai “the lonely crowd”.  Heterogenitas kehidupan kota dengan keanekaragaman manusianya dari segi ras, etnisitas, kepercayaan, pekerjaan maupun kelas sosial mempertajam anonimitas. Perbedaan kepentingan membuat orang-orang kota lebih banyak berhubungan, berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan orang-orang yang memiliki kepentingan yang sama saja dengan membentuk special interested group (kelompok kepentingan khusus) dan tidak berkesempatan membentuk hubungan sosial yang bersifat akrab dan personal.
Jarak sosial yang jauh
Secara fisik orang-orang kota berada dalam jarak yang dekat dan keramaian, tetapi secara sosial, atau juga psikologikal, mereka saling berjauhan, sebagai akibat anonimitas, impersonalitas dan heterogenitas.
Regimentation (keteraturan hidup) kota
Irama dan keteraturan kehidupan kota berbeda dengan irama dan keteraturan hidup di perdesaan yang diwarnai oleh katidakformalan dan kesantaian, bersifat mekanik alamiah, sangat dipengarahui oleh keadaan alam dan cuaca serta jam biologis binatang atau ternak. Keteraturan hidup di perkotaan lebih bersifat organik, diatur oleh aturan-aturan legal rasional, seperti jam kerja, rambu-rambu dan lampu pengatur lalu-lintas, jadwal kereta api, jadwal penerbangan, dan sebagainya.
Keramaian (crowding)
Keramaian hidup di kota disebabkan oleh kepadatan, kecepatan dan tingginya aktivitas  kehidupan masyarakat kota.
Kepribadian kota
Sorokin, Zimmerman dan Louis Wirth dalam esainya “Urbanism as a Way of Life”  membuat kesimpulan bahwa kehidupan kota menciptakan kepribadian kota, yakni: anomies, materialistis, berorientasi kepentingan, berdikari (self sufficiency), impersonal, tergesa-gesa, interaksi sosial tingkat dangkal, manipulatif, rakayasa, insekuritas dan disorganisasi pribadi.
Proses modernisasi
Menurut Samuel Huntington proses modernisasi mengandung beberapa ciri pokok sebagai berikut:
  1. Merupakan proses bertahap, dari tatanan hidup yang primitif-sederhana menuju kepada tatanan yang lebih maju dan kompleks
  2. Merupakan proses homogenisasi. Modernisasi membentuk struktur dan kecenderungan yang serupa pada banyak masyarakat. Penyebab utama proses homogenisasi ini adalah perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi. Contoh: fenomena coca colonization, Mc world serta californiazation.
  3. Terwujud dalam bentuk lahirnya sebagai: Amerikanisasi dan Eropanisasi
  4. Merupakan proses yang tidak bergerak mundur, tidak dapat dihindrkan dan tidak dapat dihentikan
  5. Merupakan proses progresif (ke arah kemajuan), meskipun tidak dapat dihindari adanya dampak (samping).
  6. Merupakan proses evolusioner, bukan revolusioner dan radikal; hanya waktu dan sejarah yang dapat mencatat seluruh proses, hasil maupun akibat-akibat serta dampaknya
Alex Inkeles dan David Smith mengemukakan ciri-ciri individu modern, sebagai berikut:
  1. Memiliki alam pikiran (state of mind) yang terbuka terhadap pengalaman baru
  2. Memiliki kesanggupan membentuk dan menghargai opini
  3. Berorientasi ke depan
  4. Melakukan perencanaan
  5. Percaya terhadap ilmu pengetahuan
  6. Memiliki keyakinan bahwa segala sesuatu dapat diperhitungkan
  7. Menghargai orang lain karena prestasinya
  8. Memiliki perhatian terhadap persoalan politik masyarakat
  9. Mengejar fakta dan informasi
Modernisasi bukan westernisasi
Bahwa modernisasi itu identik dengan westernisasi memang pandangan yang tidak mudah dihindarkan. Hal ini karena sejarah modernisasi memang sejarah masyarakat Barat, dalam hal ini Eropa Barat dan Amerika Utara. Tema-tema yang menunjukkan ciri-ciri orang modern seperti yang diungkapkan oleh Inkeles dan Smith memang lebih banyak dimiliki oleh orang Barat, sehingga menjadi modern memang identik dengan menjadi seperti orang Barat. Namun demikian modernisasi dan westernisasi tetap dapat dibedakan karena memang berbeda. Seperti tersebut di depan bahwa tekanan proses modernisasi adalah pada teknologi dan organisasi sosial atau tata kerja. Dr. Nurcholish Madjid menyebutnya sebagai semacam proses rasionalisasi, yakni perubahan tata kerja lama yang tidak rasional diganti dengan tata kerja baru yang rasional. Sedangkan westernisasi adalah menjadi seperti orang Barat secara total, tanpa reserve, mulai dari pandangan hidup (ateisme, sekularisme, feminisme, humanisme, dan sebagainya) sampai dengan gaya hidupnya (seks bebas dan hidup bersama tanpa menikah (cohabitation), model pakaian yang tidak menutup atau bahkan menonjolkan aurat, NAPZA, gang, dan sebagainya).

Syarat berlangsungnya modernisasi
Modernisasi dalam masyarakat dapat berlangsung apabila memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
  1. Terlembagakannya cara berfikir ilmiah di kalangan masyarakat, terutama di kalangan the rulling class
  2. Birokrasi pemerintahan yang rasional, efektif dan efiesien, bukan birokratisme
  3. Tersedianya sistem informasi yang baik: cepat dan akurat
  4. Iklim yang favorable terhadap modernisasi, hal ini terutama dengan hal-hal yang menyangkut  nilai atau sistem keyakinan
  5. Tingkat organisasi sosial yang tinggi
  6. Pelaksanaan social planning yang terbebas dari pengaruh atau kepentingan (vested interested) suatu golongan. Untuk hal ini diperlukan sentralisasi wewenang berkaitan dengan social planning.



Gejala Modernisasi Masyarakat Indonesia dalam Berbagai Bidang
Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Modernisasi di bidang kehidupan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) terutama menyangkut dua hal, yakni penemuan baru dan pembaruan.  Oleh karena itu, modernisasi di bidang IPTEK tidak dapat lepas dari perhatian yang besar terhadap dunia pendidikan, penelitian dan pengembangan. Kegiatan pendidikan, penelitian dan pengembangan akan mendorong ditemukannya ide-ide dan alat-alat baru yang dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat untuk melengkapi atau mengganti yang lama.
Bidang Kehidupan politik dan ideologi
Tema modernisasi di bidang politik dan ideologi adalah demokratisasi dan ideologi terbuka. Demokratisasi merupakan proses ke arah terbukanya kesempatan bagi seluruh warga masyarakat dari segala lapisan dan golongan untuk berperan serta dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Sedangkan ideologi terbuka merujuk kepada pandangan hidup yang tidak terbatasi atau terkotak-kotak oleh sektarianisme, primordialisme, aliran, ras, etnisitas atau kesukubangsaan, kedaerahan, agama ataupun aliran.
Menurut Huntington, proses demokratisasi dan keterbukaan memerlukan beberapa prakondisi, yaitu:
  1. kemakmuran ekonomi dan pemerataan kekayaan; ada hubungan yang positif antara pembangunan dan pemerataan ekonomi dengan demokratisasi, artinya semakin maju tingkat ekonomi suatu masyarakat semakin besar peluangnya untuk menumbuhkan dan menegakkan tatanan kehidupan politik yang demokratis dan terbuka. Kemakmuran ekonomi akan memungkinkan tumbuhnya tingkat melek-huruf, pendidikan dan media massa yang sangat mendorong tumbuhnya demokrasi.
  2. Terdapatnya kelas menengah yang otonom dalam struktur sosial masyarakat. Mereka terdiri atas para kaum intelektual, pengusaha, profesional, tokoh agama atau etnis) yang berfungsi dalam pengendalian (kontrol) terhadap kekuasaan dan membangun prasarana dasar untuk tumbuhnya pranata politik yang demokratik. Apabila tidak terdapat kelas menengah tang otonomi masyarakat cenderung didominasi oleh suatu model kekuasaan yang sentralistik, seperti monarkhi, absolutisme, korporatik ataupun birokratik otoritarian.
  3. Lingkungan internasional; secara ringkas Huntington menyatakan bahwa demokrasi lebih merupakan hasil dari difusi dari pada sebagai akibat pembangunan, sehingga suatu masyarakat menjadi lebih demokratis ketika memiliki lingkungan pergaulan internasional yang luas
  4. Konteks budaya masyarakat yang bersifat egaliter. Konteks budaya feodal dan patrimonial ternyata menghambat demokratisasi.
Bidang Kehidupan Ekonomi
Tema modernisasi di bidang kehidupan ekonomi adalah efisiensi dan produktivitas.
Masalah yang banyak melanda di berbagai masyarakat berkembang adalah inefisiensi dan rendahnya produktivitas. Inefisiensi disebabkan oleh  ekonomi biaya tinggi (high-cost economy) di hampir semua bidang kehidupan. Sumber-sumber ekonomi biaya tinggi itu antara lain:
  1. birokratisme pemerintah
  2. pungutan-pungutan yang tidak berhubungan dengan produktivitas
  3. proteksi dan subsidi
  4. berbagai praktek bussiness atau economic criminality (white collar crime), seperti: nepotisme, kolusi dan korupsi (NKK).
Sedangkan produktivitas yang rendah disebabkan oleh teknik dan organisasi produksi yang usang.  Oleh karenanya peningkatan produktivitas dilakukan dengan memperbarui teknologi, baik teknologi mekanik (mesin-mesin produksi), teknologi kimia (penggunaan obat-obatan dan zat kimia) dan teknologi sosial (tata kerja yang lebih teratur dan organik).
Bidang kehidupan agama dan kepercayaan
Suatu proses yang tidak terhindarkan dan meresahkan para tokoh dan kalangan agamawan dalam proses modernisasi di bidang kehidupan beragama dan kepercayaan adalah sekularisasi.
Kata sekularisasi berasal dari kata “saeculum” yang artinya “dunia dalam konteks waktu”, yaitu “sekarang”.  (Dunia dalam konteks ruang dalam kata Latin adalah  “mundus”). Lawannya “saeculum” adalah “eternum” yang artinya “keabadian”. Dari kata “saeculum” tersebut terbentuklah istilah “sekularisasi” dan “sekularisme”.
Di Indonesia idea tentang “sekularisasi” diperkenalkan oleh seorang tokoh pembaruan pemikirian Islam, yakni Nurcholish Madjid pada tahuan 1970-an. Bagi Nurcholish Madjid, sekularisasi tidak sama dengan sekularisme. Sekularisasi adalah proses dan sekularisme adalah faham. Sekularisasi merupakan proses menuju kepada kehidupan beragama yang rasional, yakni proses pembebasan diri dari belenggu takhayul (superstition) atau memberikan wewenang kepada ilmu pengetahuan dan teknologi dalam membina dan menyelesaikan urusan-urusan duniawi.  Di dalamnya tercakup sikap objektif dalam menelaah hukum-hukum yang menguasai dunia dan alam pada umumnya. Sedangkan sekularisme merupakan faham keduniawian, yakni suatu faham yang mengesampingkan agama.  Ada dua macam sekularisme, yakni: (1) sekularisme moderat dan (2) sekularisme mutlak. Sekularisme moderat merupakan pandangan yang mengakui keberadaan Tuhan untuk urusan-urusan yang berhubungan dengan kehidupan abadi (eternum) saja, sedangkan untuk urusan dunia adalah mutlak urusan manusia. Sedangkan sekularisme mutlak merupakan faham yang tidak mengakui adanya Tuhan, puncaknya adalah atheisme.
Namun demikian kenyataannya tidak dapat dihindarkan pengertian sekularisasi sebagai proses menuju atau penerapan faham sekularisme dalam kehidupan masyarakat. Di sinilah timbulnya perbedaan pendapat dan kontroversi tentang sekularisasi. Untuk menghindari kontrovesi demikian ini, Dr. Kuntowijoyo menggunakan istilah objektivikasi untuk fenomena kehidupan beragama yang lebih rasional.
Modernisasi Masyarakat sebagai Proses Industrialisasi dan Urbanisasi
Modernisasi sebagai proses industrialisasi
Apabila melihat sejarah Eropa, maka modernisasi tidak lepas dari proses industrialisasi. Kesejahteraan ekonomi dan kestabilan politik di Eropa tercapai setelah terjadinya revolusi industri yang diawali oleh masa pencerahan (renaisance) dan penemuan-penemuan baru. Berdasarkan ini dapat dinyatakan bahwa awal modernisasi adalah industrialisasi, yakni berubahnya kehidupan dari “agraris-tradisional” menjadi “industri-modern”.
Talcott Parson menjelaskan proses perubahan  itu dalam teori  variabel pola (pattern variables) sebagai berikut:
  1. Perubahan dari affectivity kepada affective neutrality
  2. Perubahan dari particulatism ke universalism
  3. Perubahan dari collective orientation kepada self-orientation
  4. Perubahan dari ascription kepada  achievement
  5. Perubahan dari functionally difussed kepada functionaly specivied
Modernisasi sebagai proses urbanisasi
Masyarakat modern juga identik dengan masyarakat kota, maka modernisasi identik dengan urbanisasi.
Dalam proses urbanisasi dikenal adanya tiga macam proses, yakni:
  1. Centripetal process; the flow of people from country sides to the urban area accompanied with the change in behavior. Dalam proses ini terjadi aliran penduduk dari wilayah desa atau kota satelit menuju ke wilayah pusat kota yang diikuti oleh perubahan pola perilaku desa-tradisional dengan perilaku kota-modern. Sebab-sebab aliran penduduk dari desa ke kota ini dapat digolongkan menjadi dua macam, yakni: (1) push factors (faktor pendorong), dan (2) pull factors (faktor penarik). Faktor-faktor pendorong meliputi kondisi desa yang menjadikan orang tidak mau lagi tinggal di desa, seperti: minimnya lapangan kerja, kekakangan adat, kurangnya variasi hidup, sempitnya kesempatan menambah pengetahuan, kurangnya sarana rekreasi ataupun sempitnya kesempatan mengembangkan keahlian dan ketrampilan. Sedangkan faktor penarik meliputi kondisi kota yang menjadikan orang-orang tertarik untuk tinggal menetap di kota, seperti: kesempatan kerja yang lebih luas, luasnya kesempatan mengembangkan ketrampilan dan keahlian, kesempatan dan fasilitas pendidikan yang lebih memadai, kelebihan modal, variasi hidup, banyaknya tempat hiburan, kebebasan hidup di kota dan anggapan bahwa kota memiliki tingkat kebudayaan yang lebih tinggi daripada desa.
  2. Centrifugal process; urban extention in terms of physical, economic, technology and culture. Dalam proses ini yang terjadi adalah meluasnya pengaruh kehidupan kota ke wilayah-wilayah pinggiran kota, dapat berupa perluasan fisik kota yang diikuti oleh perubahan kehidupan ekonomi, penggunaan teknologi maupun perubahan kebudayaan.
  3. Vertical process: social, economic, culture, and behavior.  Dalam proses ini yang terjadi adalah perubahan situasi atau iklim desa (rural sphere) menjadi kota (urban sphere), baik secara sosial, ekonomi, kebudayaan dan perilaku. Keadaan ini dapat terjadi antara lain oleh sebab-sebab: (1) daerah itu menjadi pusat pemerintahan, (2)letaknya strategis untuk perdagangan,  atau (3) tumbuhnya industri.

Masalah-masalah yang timbul akibat urbanisasi

Bertambahnya tingkat persaingan hidup di kota akibat urbanisasi, misalnya untuk  memperoleh sumber-sumber ekonomi dapat menimbulkan persoalan yang pelik, seperti berbagai macam konflik, tuna karya, kejahatan yang terorganisir (organized crime) maupun yang tidak terorganisir, perkampungan kumuh (slums), gelandangan, tuna susila, maupun rendahnya tingkat kesehatan, dan sebagainya.
Sedangkan bagi desa, urbanisasi menyebabkan terbatasnya jumlah penduduk usia produktif yang berakibat terhambatnya perkembangan desa. Di samping itu para urbanit yang pulang ke desa sering membawa pengaruh kehidupan kota (urbanisme) yang tidak selalu sesuai dengan kebudayaan orang desa. Sumber: Klik Disini

Metode Penelitian Sosial Sederhana

By : Muhammad Zamroni
Pendahuluan

Sepertihalnya dengan  ilmu pengetahuan yang lain, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang lahir, tumbuh, dan berkembang.  Agar dapat tumbuh dan berkembang, sosiologi menuntut para ahlinya untuk melakukan kegiatan yang disebut penelitian sosial. Melalui penelitian sosial, para ahli sosiologi mengumpulkan data yang dapat menambah pengetahuan orang-orang yang mempelejari sosiologi, melalaui penelitian sosial para ahli sosiologi menemukan fakta baru yang memperluas cakrawala serta memperdalam pemahaman tentang masyarakat dan hubungan-hubungan sosial yang terjadi di dalamnya.
Apakah penelitian itu?
Penelitian merupakan upaya (1) menemukan, (2) mengembangkan, (3) menguji  kebenaran suatu pengetahuan melalui prosedur ilmiah,  bukan secara nonilmiah, seperti: (1) coba-coba, (2) kharisma, (3) akal sehat/common sense,  (4) spekulasi, (5) kebetulan, (6) takhayul,  (7) Intuisi,  (8) wahyu, dll.).
Apakah prosedur ilmiah?
Apakah anda ingat apa yang oleh Comte disebut tahap positif? Suatu tahap pemikiran masyarakat yang memandang pentingnya pepecahan masalah atau persoalan masyarakat dengan cara-cara yang rasional, empirik, dan objektif.  Demikian juga yang disebut prosedur ilmiah.
John Dewey (1933) memberikan garis-garis besar dari apa yang disebut metode ilmiah yang meliputi lima taraf, yakni: (1) the felt need, (2) the problem, (3) the hypothesis, (4) collection of data as evidence, dan (5) concluding bilief. Kelley melengkapinya dengan satu taraf lagi, yakni; (6) general value of conclusion. Berikut akan dijelaskan satu per satu.
The felt need. Dalam taraf ini orang merasakan kesulitan untuk menyesuaikan dirinya terhadap kebutuhan atau tujuan-tujuan masyarakat, atau untuk menemukan ciri-ciri dari suatu objek, atau untuk menerangkan sesuatu kejadian yang terjadi tiba-tiba dan tidak terduga.

The problem. Orang merumuskan kesulitan-kesulitan itu sebagai masalah atau problema, yakni sesuatu yang terjadi dalam kenyataan (das sein) namun tidak sesuai dengan harapan (das sollen), atau sebagai sesuatu yang tidak diketahui who, what, where, when, why dan how-nya.

The hypothesis. Langkah yang ketiga adalah mengajukan kemungkinan pemecahannya atau mencoba menerangkannya, berupa terkaan-terkaan, kesimpulan sementara, teori-teori, kesan-kesan umum, atau apapun yang masih belum dapat dipandang sebagai sebuah konklusi yang final.

Collection of data as evidence. Selanjutnya bahan-bahan, informasi-informasi, atau bukti-bukti dikumpulkan, dan melalui pengolahan-pengolahan yang logis dan sistematik dijadikan bukti atas hipotesis yang telah dirumuskan.

Concluding bilief. Berdasarkan  bukti-bukti yang sudah diolah  maka akan terbukti hipotesis, teori atau kesan-kesan yang telah dirumuskan apakah “benar” atau “salah”, “diterima” atau “ditolak”.

General value of the conclusion. Akhirnya, apabila suatu pemecahan masalah telah dipandang tepat, maka disimpulkan implikasi-implikasinya untuk masa depan.
Dari serangkaian prosedur ilmiah sebagaimana disebutkan oleh Dewey tersebut, dapat disarikan secara sederhana bahwa suatu kegiatan penelitian harus mengikuti prosedur ilmiah dengan mengikuti tahap-tahap sebagai berikut.
  1. Perumusan kesulitan sebagai MASALAH (kenyataan/das sein yang tidak sesuai dengan harapan/das sollen)
  2. Hipotesis (dugaan  sementara/asumsi berdasar pengalaman, akal sehat, prediksi, pengetahuan atau teori yang sudah-sudah)
  3. Pengumpulan Data (untuk bukti hipotesis:  observasi,  wawancara, angket, analisis isi media massa, test, dll)
  4. Simpulan (dirumuskan berdasarkan data yang telah terkumpul)
Berdasarkan simpulan-simpulan dari suatu gejala sosial, sosiolog dapat memberikan rekomendasi kepada pihak-pihak terkait untuk memecahkan suatu masalah.
Macam-macam penelitian

  1. Menurut Kegunaannya:  (a) Penelian Dasar, (b) Penelitian Terapan
  2. Menurut Metodenya: (a) Penelitian Eksperimental , (b) Ekspost Facto
  3. Menurut Tujuannya: (a) Penjajakan (eksploratif), (b) developmental (pengembangan ), dan (c) Verivikatif (menguji kebenaran)
  4. Menurut Taraf/tingakatan penjelasan: (a) Deskriptif  (menggambarkan fakta), dan (b) Inferensial (menjelaskan hubungan/keterkaitan antar gejala/variable)
  5. Menurut Populasinya: (a) Survey, (b) Sensus
  6. Menurut bidangnya:  (a) Sosial, (b) Kealaman, dan (c) Humaniora
  7. Menurut tempatnya: (a) lapangan/kancah, (2) laboratorium, (3) kepustakaan
  8. Menurut pendekatan/teknik analisis : (a) kualitatif, (b) kuantitatif.
Prosedur Penelitian
Terdapat empat tahap  pokok yang harus dilalui dalam melaksanakan penelitian, yaitu

  1. Penyusunan Rancangan Penelitian
  2. Pengumpulan Data
  3. Analisis Data
  4. Pelaporan
Penyusunan Rancangan Penelitian (istilah lain: design, proposal, dll)
Langkah-langkah:
  1. Menentukan topik/masalah
  2. Merumuskan masalah dan hipotesis
  3. Mengenali jenis-jenis data yang akan dikumpulkan (data primer dan data sekunder, data kategorik dan data statistic, data nominal, interval,  dan berjenjang)
  4. Menentukan pendekatan (kuantitatif-kualitatif), metode (eksperimen, ekspos fakto, laboratorium, lapangan, sensus, survey), dan teknik pengumpulan data (observasi, wawancara, angket, dokumen, bahan pustaka, analisis isi media massa)
  5. Merumuskan dan memilih pertanyaan-pertanyaan penting penelitian (menyusun instrument)
  6. Memilih subjek (populasi dan sampel)
Langkah-langkah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Menentukan Topik/Masalah Penelitian
  • Masalah merupakan hal yang terjadi  tidak sesuai dengan harapan. Gap/kesenjangan  antara das sein (kenyataan) dengan das sollen (harapan). Dapat berupa: kesenjangan, ketidaktahuan, kemunduruan, rendahnya prestasi, dst)
  • Masalah dapat ditemukan melalui berbagai sumber, seperti: (1) bahan bacaan, (2) pertemuan ilmiah/seminar, diskusi, (3) pernyataan dari para pemegang otoritas,  (4) pengamatan sepintas, (5) pengalaman pribadi, atau (6) perasaan/intuisi.
2. Merumuskan masalah.
Masalah dirumuskan dalalan kalimat pertanyaan  (askadimba = apa, siapa, kapan, di mana, dan bagaimana). Contoh: (1) Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan orangtua dengan prestasi belajar anak? (2) Apakah ada perbedaan kemampuan beradaptasi antara laki-laki dengan perempuan? (3) Apakah ada perbedaan motif berprestasi antara siswa asal luar kota dengan dalam kota? (4)Apakah ada pengaruh penilaian tentang iklim sekolah dengan prestasi belajar? (5)Apakah ada hubungan antara intensitas merokok dengan kecenderungan menggunakan narkonba?
3. Merumuskan hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang secara teoritik paling mungkin atas masalah yang diajukan.
Dirumuskan dalam kaliman pernyataan.
Macam:
1)      Hipotesis nol = menyatakan tidak ada hubungan, pengaruh , atau perbedaan
2)      Hipotesis alternative nondireksional
3)      Hipotesis alternative direksional positif (berbanding lurus)
4)      Hipotesis altarnative direksional negatif (berbanding balik)
Contoh:
  • Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi prestasi belajar anak
  • Laki-laki lebih mampu beradaptasi daripada perempuan
  • Siswa berasal dari kota memiliki motif berprestasi yang lebih tinggi daripada siswa yang berasal dari luar kota
4. Mengenali Variabel
Variabel merupakan gejala yang nilainya bervariasi. Variabel dapat juga disebut sebagai objek penelitian.
Macam variabel menurut hubungan antar-variabel:
  • Variabel dependen (variable terikat/dipengaruhi), yaitu variabel yang keadaannya dipengaruhi oleh variabel lain.
  • Variabel independen (variable bebas/pengaruh), yaitu variabel yang mempengaruhi keadaan variabel lain. Misalnya dalam kasus hubungan dua variabel, yaitu antara tingkat pendidikan dengan partisipasi kerja. Tingkat pendidikan merupakan variabel bebas, sedangkan partisipasi kerja merupakan variabel terikat.
  • Variabel antara (intervening-variable), variabel yang berada di antara variabel pengaruh dan variabel dipengaruhi, ketika variabel pengaruh tidak secara langsung mempengaruhi variabel dipengaruhi. Misalnya pengaruh dari tingkat pendapatan orangtua terhadap prestasi belajar anak. Tingkat pendapatan orang tua (variabel bebas) tidak secara langsung mempengaruhi prestasi belajar anak (variabel terikat), melainkan melalaui variabel antara, seperti fasilitas belajar dan lama waktu belajar.
Macam variabel menurut jenisnya
  • Variabel diskrit (tidak berjenjang/nominal/kategorik), misalnya jenis kelamin, agama yang dianut, jenis pekerjaan, dan sebagainya.
  • Variabel berjenjang (bertingkat/bersambungan/kontinus), misalnya umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan sebagainya.
Karakteristik hubungan di antara dua variabel atau lebih:
  • Hubungan/korelasi; hubungan jenis ini berlaku untuk hubungan  antara  variable kontinus (misalnya tingkat pendiidkan orangtua) dengan kontinus (misalnya prestasi belajar anak)
  • Pengaruh; hubungan jenis ini dapat berlaku untuk hubungan antara variable diskrit/kontinus dengan kontinus
  • Perbedaan; hubungan jenis ini dapat berlaku antara variable berjenis diskrit dengan kontinu
5. Menentukan subjek penelitian
Istilah-istilah yang harus dikenali sehubungan dengan subjek penelitian adalah populasi dan sampel. Populasi merupakan keseluruhan individu sejenis yang menjadi  subjek penelitian.  Apabila peneliti karena berbagai pertimbangan tidak memungkinkan untuk  meneliti seluruh populasi, maka diambil sebagian dari populasi sebagai representasi keseluruhan. Bagian dari populasi yang mewakili seluruh populasi ini disebut sampel. Pengambilan sampel tidak boleh dilakukan secara sembarang, melainkan harus dilakukan dengan cara-cara tertentu.
Teknik pengambilan sampel
a)      sample probabilita
  • acak sederhana (simple random sampling), dapat dilakukan dengan cara undian, mengikuti kelipatan bilangan tertentu, atau tabel bilangan random. Pengambilan sampel jenis ini dapat dilakukan kalau populasi keadaannya benar-benar homogen.
  • teknik acak berstratifikasi (stratified sampling), teknik pengambilan sampel dengan memperhatikan karakteristik dan keterwakilan dari setiap kelas atau jenjang populasi.
  • teknik acak berkelompok (cluster sampling), yaitu teknik pengambilan sampel dengan memperhatikan karakteristik dan keterwakilan dari setiap kelompok yang ada
b)      sample non-probabilita
  • aksidental sample (sering juga disebut insidental sampling, misalnya dalam meneliti kehidupan sosial para pengguna internet, maka setiap menemukan pengguna internet langsung dijadikan sebagai responden)
  • purposive sample (sampel bertujuan, misalnya dalam meneliti hubungan antara intensitas merokok dengan kecenderungan berbuat menyimpang, maka yang dijadikan responden hanya para perokok).
  • quota sample (sampel yang diambil dengan menetapkan jatah/quota dari setiap karakteristik populasi)
  • snow ball sample (peneliti hanya menentukan responden pertama, sedangkan responden selanjutnya ditentukan oleh responden sebelumnya)
Berapa jumlah sampel?
Besaran sampel, mempertimbangkan: (1) heterogenitas, semakin heterogen suatu populasi semakin menuntut jumlah sampel yang lebih banyak, (2)  jumlah variabel, semakin banyak variabel yang diteliti semakin menuntut jumlah sampel yang lebih banyak, dan (3)  akurasi hasil penelitian yang diharapkan, atau toleransi terhadap kesalahan prediksi. Semakin banyak jumlahsampel semakin akurat hasil penelitiannya.
6. Menyusun instrument pengumpulan data
Instrumen pengumpan data dapat berupa: (1) pedoman observasi, (2) pedoman wawancara, (3) test, atau (4) daftar pertanyaan atau angket.
Macam-macam pertanyaan:
  1. pertanyaan ttg. fakta:  umur, pendidikan, jk, agama, status perkawinan, dst.
  2. pertanyaan ttg. pendapat dan sikap: perasaan, pendapat atau sikap responden ttg. sesuatu
  3. pertanyaan ttg. informasi:       apa yang diketahui oleh responden, sejauh mana hal tersebut diketahui
  4. Pertanyaan ttg. persepsi diri: penilaian responden tentang perilakunya sendiri

Bentuk pertanyaan: terbuka, tertutup, kombinasi terbuka dan tertutup.

Pedoman singkat menyusun pertanyaan:
  1. Gunakan kata-kata yang dimengerti oleh semua responden
  2. Pertanyaan jelas dan khusus
  3. Hindarkan pertanyaan yang memiliki lebih dari satu pengertian
  4. Hindarkan pertanyaan yang mengandung sugesti
  5. Pertanyaan hendaknya berlaku bagi semua responden
  6. Pertanyaan sensitif tidak diletakkan pada AWAL atau AKHIR daftar pertanyaan
Mengumpulkan data
Data penelitian yang akan dipakai untuk membuktikan kebenaran suatu hipotesis dapat dilakukan dengan cara-cara, seperti:
1. Pengamatan atau observasi.
Dapat dilakukan dengan cara partisipatif –terlibat langsung dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang diobservasi—atau non partisipatif, tidak terlibat langsung dalam kehidupan sehari-hari/murni sebagai pengamat. Keunggulan dari teknik ini adalah tidak menganggu aktivitas responden. Data yang terkumpul lebih akurat pada observasi partisipatif, karena responden tidak sadar kalau sedang diamati.
2. Wawancara
Wawancara dapat dilakukan dengan pedoman wawancara maupun tidak. Keunggulan dari teknik wawancara adalah dapat menemukan data secara mendalam, karena responden berhadapan langsung dengan pengumpul data. Kelemahannya adalah mudah terpengaruhi oleh situasi, dan memakan waktu yang lama.
3. Angket
Dilakukan dengan cara responden diminta mengisi daftar pertanyaa. Keunggulan dari teknik ini adalah dapat dilakukan secara sistemetik dan dapat menjaring responden dalam jumlah banyak meskipun waktunya terbatas, responden dapat mengisi sesuai dengan waktu luangnya masing-masing.  Kelemahannya tidak dapat mengungkap situasi ketika responden menjawab suatu pertanyaan, kadang data tidak utuh atau tidak lengkap, dan  tidak dapat mengungkap peristiwa khusus.
4. Tes
Digunakan untuk mengetahui kemampuan responden dalam suatu bidang kompetensi tertentu. Soal-soal ulangan atau ujian pada dasarnya merupakan instrument penelitian yang berupa test. Yang lain misalnya test kecerdasan.
5. Dokumen
Data juga dapat diperoleh melalui dokumen, baik yang berupa tulisan, rekaman gambar, rekaman suara, foto, dan sebagainya.
Macam-macam data
1)      Menurut cara memperolehnya: data primer dan data sekunder
2)      Menurut jenisnya: data kualitatif dan data kuantitatif
3)      Menurut pengukurannya: diskrit/nominal, berjenjang/ordinal, interval.
Menganalisis data
a. Analisis kualitatif
Analisis data secara kualitatif dilakukan dengan mendeskripsikan dengan narasi hasil penelitian yang berupa data kualitatif, seperti keterangan-keterangan atau pernyataan-pernyataan responden. Deskripsi dilakukan dengan kata-kata.

b. Analisis kuantitatif
Analisis kuantitatif merupakan analisis menggunakan rumus-rumus statistic terhadap data hasil penelitian yang berupa angka-angka.
Rumus-rumus statistik sederhana dapat dipergunakan untuk penelitian-penelitian kuantitatif sederhana, seperti:
  • MEAN
  • MEDIAN
  • MODUS
  • PERSEN

LANGKAH-LANGKAH ANALISIS DATA

  1. Editing data (melihat kelengkapan data, kejelasan tulisan, pemahaman catatan, konsistensi data, uniformitas data, kesesuaian jawaban
  2. Koding (memberikan kode terhadap jawaban responden. Kode dapat berupa (a) atribut atau (b) indeks
  3. Tabulasi data (memasukkan data ke dalam tabel-tabel:  tally, lembaran kode, tabel distribusi frekuensi, tabel silang
  4. Menghitung dengan rumus statistic: mean, median, modus, persen, korelasi, dst.
MENULIS LAPORAN
Laporan penelitian diperlukan untuk mengkomunikasikan hasil penelitiankepada pihak lain. Secanggih apa pun metode penelitian, sepenting apa pun objek penelitian, tidak akan ada manfaatnya kalau hasilnya tidak dikomunikasikan kepada pihak lain.
Tubuh Laporan Penelitian
  1. Bagian Awal : halaman judul, daftar isi, daftar gambaar, daftar table, kata pengantar, motto, persembahan, ucapan terimakasih, abstrak,  dll.
  2. Bagian Isi/Inti: Bab I Pendahuluan, Bab II Tinjuan Pustaka, Bab III Metodologi, Bab IV Hasil Penelitian, Bab V Penutup: Kesimpulan dan Rekomendasi/saran-saran (tidak harus lima Bab).
  3. Bagian Akhir: Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran.
Catatan:
  1. Laporan penelitianmengggunakan bahasa dan teknik penulisan dengan ejaan yang  benar dan baku (ketentuan-ketentuan penulisan karya tulis)
  2. Menyebutkan sumber data (kutipan, kredit foto, pernyataan pemegang otoritas, dll).
Sumber: Klik Disini

- Copyright © Hidup Adalah Pilihan - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -