- Back to Home »
- SOSIOLOGI SMA X »
- Interaksi Sosial sebagai Dasar Pengembangan Pola Keteraturan dan Dinamika Kehidupan Sosial
Posted by : Muhammad Zamroni
Senin, Februari 13, 2012
A. Pengertian
Kata Interaksi berasal dari kata ”inter” yang artinya ”antar ” dan
”aksi ” yang artinya tindakan. Interaksi berarti antar-tindakan. Kata
sosial berasal dari ”socious” yang artinya teman/kawan, yaitu hubungan
antar-manusia.
Interaksi sosial terjadi ketika ada seseorang atau kelompok orang
melakukan suatu tindakan kemudian dibalas oleh pihak lain (individu atau
kelompok) dengan perilaku/atau tindakan tertentu.
Proses berlangsungnya interaksi dapat digambarkan sebagai berikut,
- Ada dua orang atau lebih
- Terjadi kontak sosial (hubungan sosial)
- Terjadi komunikasi sosial (penyampaian pesan/informasi menggunakan simbol-simbol)
- Terjadi reaksi atas komunikasi
- Terjadi hubungan timbal-balik yang dinamik di antara individu dan/atau kelompok dalam masyarakat
Sedangkan komunikasi merupakan proses penyampaian pesan atau informasi dari suatu pihak (individu atau kelompok) kepada pihak lain (individu atau kelompok) menggunakan simbol-simbol.
Simbol dalam komunikasi dapat berupa apa saja yang oleh penggunanya diberi makna tertentu, bisa berupa kata-kata, benda, suara, warna, gerakan anggota badan/isyarat. Sebagaimana pengertian simbol yang dikemukakan oleh Ahli Antropologi Amerika Serikat bernama Leslie White, dalam The Evolution of Culture (1959) , bahwa simbol adalah sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan oleh mereka yang mempergunakannya. Nilai dan makna tersebut tidak ditentukan oleh sifat-sifat yang secara intrinsik terdapat dalam bentuk fisiknya.
Proses komunikasi dinyatakan berhasil apabila simbol-simbol yang digunakan dipahami bersama oleh pihak-pihak yang terlibat, baik komunikator (pihak yang menyampaikan pesan) dan komunikan (pihak yang menerima pesan).
Kontak dan komunikasi sebagai syarat utama terjadinya interaksi sosial dapat berlangsung secara primer maupun sekunder. Kontak atau komunikasi primer adalah yang berlangsung secara tatap muka (face to face), sedangkan kontak atau komunikasi sekunder dibedakan menjadi dua macam, yaitu langsung dan tidak langsung. Kontak/komunikasi sekunder langsung terjadi melalui media komunikasi, seperti surat, e-mail, telepon, video call, chating, dan semacamnya, sedangkan kontak/komunikasi sekunder tidak langsung terjadi melalui pihak ketiga.
B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Interaksi sosial baik yang berlangsung antara individu dengan invidu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok, dipengaruhi oleh faktor-faktor imitasi, identifikasi, sugesti, dan simpati.
- Imitasi merupakan tindakan meniru pihak lain, dalam hal tindakan dan penampilan, seperti cara berbicara, cara berjalan, cara berpakaian, dan sebagainya. Seorang individu melakukan imitasi sejak di lingkungan keluarga, teman sepermainan, ataupun teman sesekolahan. Meskipun demikian imitasi juga dapat berlangsung melalui media massa, misalnya televisi, radio, maupun internet.
- Identifikasi juga merupakan proses meniru, tetapi berbeda dengan imitasi. Peniruan pada imitasi tidak diikuti dengan pemberian makna yang dalam terhadap hal-hal yang ditiru, tetapi pada identifikasi diikuti dengan pemberian makna. Apabila seseorang mengidentifikasikan dirinya terhadap seseorang, maka dapat diartikan individu tersebut sedang menjadikan dirinya seperti orang lain tersebut, baik dalam tindakan maupun nilai-nilai, ideologi atau pandangan hidup tokoh yang dijadikannya sebagai rujukan/acuan/reference atau panutan.
- Sugesti merupakan pengaruh yang diterima oleh seseorang secara emosional dari pihak lain, misalnya pengaruh dari tokoh yang kharismatik, orang pandai, seperti dukun, paranormal, dokter, guru, tokoh yang menjadi idola, dan lain-lain . Apabila pengaruh tersebut diterima oleh seseorang berdasarkan pertimbangan rasional, maka disebut motivasi.
- Simpati merupakan kemampuan seseorang untuk merasakan diri dalam keadaan pihak lain. Misalnya seseorang merasa simpati kepada sahabatnya yang sedang mengalami musibah. Simpati juga dapat diartikan sebagai ketertarikan terhadap pihak lain karena telah menampilkan tindakan atau perilaku yang sungguh berkenan di hati. Apabila ketertarikan atau dalam merasakan keadaan orang lain tersebut diikuti dengan reaksi-reaksi fisiologis, misalnya meneteskan air mata, dapat disebut sebagai emphati.
C. Nilai dan Norma Sebagai Dasar Interaksi Sosial
Pengertian Nilai
Apabila Anda dihadapkan pada dua pilihan, mana yang akan Anda pilih karena menurut Anda lebih baik: (1) menjadi kaya meskipun harus kehilangan nama baik, atau (2) mempertahankan nama baik meskipun harus hidup secara pas-pasan?
Apabila pilihan Anda hadapkan kepada teman-teman Anda, barangkali akan mendapatkan jawaban yang berbeda-beda. Ada yang menyatakan pilihan pertama lebih baik, tetapi ada juga yang menganggap pilihan yang kedua lebih baik. Apa yang mendorong kita memilih salah satu di antara dua pilihan tersebut? Itulah yang disebut dengan nilai.
Apa yang dimaksud dengan nilai? Dalam Kamus Sosiologi yang disusun oleh Soerjono Soekanto disebutkan bahwa nilai (value) adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.
Prof. Notonegoro membedakan nilai menjadi tiga macam, yaitu: (1) Nilai material, yakni meliputi berbagai konsepsi mengenai segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia, (2) Nilai vital, yakni meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berguna bagi manusia dalam melaksanakan berbagai aktivitas, dan (3) Nilai kerohanian, yakni meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan rohani manusia: nilai kebenaran, yakni yang bersumber pada akal manusia (cipta), nilai keindahan, yakni yang bersumber pada unsur perasaan (estetika), nilai moral, yakni yang bersumber pada unsur kehendak (karsa), dan nilai keagamaan (religiusitas), yakni nilai yang bersumber pada revelasi (wahyu) dari Tuhan.
Nilai individual – nilai sosial
Seorang individu mungkin memiliki nilai-nilai yang berbeda, bahkan bertentangan dengan individu-individu lain dalam masyarakatnya. Nilai yang dianut oleh seorang individu dan berbeda dengan nilai yang dianut oleh sebagaian besar anggota masyarakat dapat disebut sebagai nilai individual. Sedangkan nilai-nilai yang dianut oleh sebagian besar anggota masyarakat disebut nilai sosial.
Beberapa definisi nilai sosial:
- Kimbbal Young memberikan definisi bahwa nilai sosial adalah asumsi abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang benar dan apa yang pentinga,
- Menurut A.W. Green nilai sosial adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi terhadap objek,
- Woods memberikan definisi bahwa nilai sosial merupakan petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari
Ciri-ciri nilai sosial:
- Nilai sosial merupakan konstruksi abstrak dalam pikiran orang yang tercipta melalui interaksi sosial,
- Nilai sosial bukan bawaan lahir, melainkan dipelajari melalui proses sosialisasi, dijadikan milik diri melalui internalisasi dan akan mempengaruhi tindakan-tindakan penganutnya dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tanpa disadari lagi (enkulturasi),
- Nilai sosial memberikan kepuasan kepada penganutnya,
- Nilai sosial bersifat relative,
- Nilai sosial berkaitan satu dengan yang lain membentuk sistem nilai,
- Sistem nilai bervariasi antara satu kebudayaan dengan yang lain,
- Setiap nilai memiliki efek yang berbeda terhadap perorangan atau kelompok,
- Nilai sosial melibatkan unsur emosi dan kejiwaan, dan
- Nilai sosial mempengaruhi perkembangan pribadi.
Nilai Sosial dapat berfungsi:
- Sebagai faktor pendorong, hal ini berkaitan dengan nilai-nilai yang berhubungan dengan cita-cita atau harapan,
- Sebagai petunjuk arah mengenai cara berfikir dan bertindak, panduan menentukan pilihan, sarana untuk menimbang penghargaan sosial, pengumpulan orang dalam suatu unit sosial,
- Sebagai benteng perlindungan atau menjaga stabilitas budaya.
Antara masyarakat yang satu dengan yang lain dimungkinkan memiliki nilai yang sama atau pun berbeda. Cobalah ingat pepatah lama dalam Bahasa Indonesia: “Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”, atau pepatah dalam bahasa Jawa: “desa mawa cara, negara mawa tata”. Pepatah-pepatah ini menunjukkan kepada kita tentang adanya perbedaan nilai di antara masyarakat atau kelompok yang satu dengan yang lainnya.
Mengetahui sistem nilai yang dianut oleh sekelompok orang atau suatu masyarakat tidaklah mudah, karena nilai merupakan konsep asbtrak yang hidup di alam pikiran para warga masyarakat atau kelompok. Namun lima kerangka nilai dari Cluckhohn yang di Indonesia banyak dipublikasikan oleh antropolog Koentjaraningrat berikut ini dapat dijadikan acuan untuk mengenali nilai macam apa yang dianut oleh suatu kelompok atau masyarakat.
Lima kerangka nilai yang dimaksud adalah:
- Tanggapan mengenai hakekat hidup (MH), variasinya: ada individu, kelompok atau masyarakat yang memiliki pandangan bahwa “hidup itu baik” atau “hidup itu buruk”,
- Tanggapan mengenai hakikat karya (MK), variasinya: ada orang yang menganggap karya itu sebagai status, tetapi ada juga yang menganggap karya itu sebagai fungsi,
- Tanggapan mengenai hakikat waktu(MW), variasinya: ada kelompok yang berorientasi ke masa lalu, sekarang atau masa depan,
- Tanggapan mengenai hakikat alam (MA), Variainya: masyarakat Industri memiliki pandangan bahwa manusia itu berada di atas alam, sedangkan masyarakat agraris memiliki pandangan bahwa manusia merupakan bagian dari alam. Dengan pandangannya terhadap alam tersebut, masyarakat industri memiliki pandangan bahwa manusia harus menguasai alam untuk kepentingan hidupnya, sedangkan masyarakat agraris berupaya untuk selalu menyerasikan kehidupannya dengan alam,
- Tanggapan mengenai hakikat manusia (MM), variasi: masyarakat tradisional atau feodal memandang orang lain secara vertikal, sehingga dalam masyarakat tradisional terdapat perbedaan harga diri (prestige) yang tajam antara para pemimpin (bangsawan) dengan rakyat jelata. Sedangkan masyarakat industrial memandang manusia yang satu dengan yang lain secara horizontal (sejajar).
Pengertian Norma sosial
Kalau nilai merupakan pandangan tentang baik-buruknya sesuatu, maka norma merupakan ukuran yang digunakan oleh masyarakat apakah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang merupakan tindakan yang wajar dan dapat diterima karena sesuai dengan harapan sebagian besar warga masyarakat ataukah merupakan tindakan yang menyimpang karena tidak sesuai dengan harapan sebagian besar warga masyarakat.
Apa hubungannya antara nilai dengan norma? Norma dibangun di atas nilai sosial, dan norma sosial diciptakan untuk menjaga dan mempertahankan nilai sosial. Pelanggaran terhadap norma akan mendapatkan sanksi dari masyarakat.
Berbagai macam norma dalam masyarakat
Dilihat dari tingkat sanksi atau kekuatan mengikatnya terdapat:
- Tata cara atau usage. Tata cara (usage); merupakan norma dengan sanksi yang sangat ringat terhadap pelanggarnya, misalnya aturan memegang garpu atau sendok ketika makan, cara memegang gelas ketika minum. Pelanggaran atas norma ini hanya dinyatakan tidak sopan.
- Kebiasaan (folkways). Kebiasaan (folkways); merupakan cara-cara bertindak yang digemari oleh masyarakat sehingga dilakukan berulang-ulang oleh banyak orang. Misalnya mengucapkan salam ketika bertemu, membungkukkan badan sebagai tanda penghormatan kepada orang yang lebih tua, dst.
- Tata kelakuan (mores). Tata kelakuan merupakan norma yang bersumber kepada filsafat, ajaran agama atau ideology yang dianut oleh masyarakat. Pelanggarnya disebut jahat. Contoh: larangan berzina, berjudi, minum minuman keras, penggunaan napza, mencuri, dst.
- Adat (customs). Adat merupakan norma yang tidak tertulis namun sangat kuat mengikat, apabila adat menjadi tertulis ia menjadi hukum adat.
- Hukum (law). Hukum merupakan norma berupa aturan tertulis, ketentuan sanksi terhadap siapa saja yang melanggar dirumuskan secara tegas. Berbeda dengan norma-norma yang lain, pelaksanaan norma hukum didukung oleh adanya aparat, sehingga memungkinkan pelaksanaan yang tegas.
Di samping lima macam norma yang telah disebutkan itu, dalam masyarakat masih terdapat satu jenis lagi yang mengatur tentang tindakan-tindakan yang berkaitan dengan estetika atau keindahan, seperti pakaian, musik, arsitektur rumah, interior mobil, dan sebagainya. Norma jenis ini disebut mode atau fashion. Fashion dapat berada pada tingkat usage, folkways, mores, custom, bahkan law.
D. Bentuk Interaksi Sosial
Interaksi sosial sebagai proses sosial utama mempunyai dua bentuk pokok, yaitu (1) menjauhkan, dan (2) mendekatkan (Mark L. Knap). Ahli sosiologi lain, membedakan antara (1) interaksi asosiatif dan (2) disosiatif. Dua macam pembedaan ini sebenarnya tidaklah berbeda. Interaksi asosiatif merupakan bentuk interaksi sosial yang menguatkan ikatan sosial, jadi bersifat mendekatkan atau positif. Interaksi disosiatif merupakan bentuk interaksi yang merusak ikatan sosial, bersifat menjauhkan atau negatif.
Interaksi sosial asosiatif, meliputi berbagai bentuk kerjasama, akomodasi, dan asimilasi. Interaksi disosiatif meliputi bentuk-bentuk seperti persaingan/kompetisi, pertikaian/konflik, dan kontravensi.
Proses-proses asosiatif
Interaksi asosiatif bersifat menguatkan ikatan sosial, cenderung kontinyu atau berkelanjutan. Mengapa? Karena (1) didasarkan kepada kebutuhan yang nyata, (2) memperhitungkan efektivitas, (3) memperhatikan efisiensi, (4) mendasarkan pada kaidah-kaidah atau nilai dan norma sosial yang berlaku, dan (5) tidak memaksa secara fisik dan mental.
1. Kerjasama (koperasi)
Yang dimaksud kerjasama adalah dua atau lebih orang/kelompok melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.
Kerja sama timbul ketika orang-orang menyadari adanya kepentingan yang sama pada saat bersamaan, dan mempunyai pengertian bahwa kepentingan yang sama tersebut dapat lebih mudah dicapai apabila dilakukan bersama-sama.
Motivasi bekerjasama
Kesadaran orang/kelompok untuk bekerjasama dapat berupa:
- menghadapi tantangan bersama,
- menghadapi pekerjaan yang memerlukan tenaga massal,
- melaksanakan upacara keagamaan,
- menghadapi musuh bersama,
- memperoleh keuntungan ekonomi,
- untuk menghindari persaingan bebas, menggalang terjadinya integrasi sosial (keutuhan masyarakat).
Kerjasama di antara individu atau kelompok dalammasyarakat dapat berupa:
- bargaining (pertukaran “barang” atau “jasa” di antara dua individu/kelompok),
- kooptasi (penerimaan unsur baru dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan untuk menghindari kegoncangan stabilitas kelompok), dan
- koalisi (penggabungan dua kelompok atau lebih yang mempunyai tujuan sama).
Akomodasi dapat berarti proses atau keadaan. Sebagai proses, akomodasi merupakan upaya-upaya menghindarkan, meredakan atau mengakhiri konflik atau pertikaian, Sebagai keadaan, akomodasi merupakan keadaan di mana hubungan-hubungan di antara unsur-unsur sosial dalam keselarasan dan keseimbangan, sehingga warga masyarakat dapat dengan mudah menyesuaikan dirinya dengan harapan-harapan atau tujuan-tujuan masyarakat.
Gillin dan Gillin menyatakan bahwa akomodasi merupakan istilah yang dipakai oleh para sosiolog untuk menggambarkan keadaan yang sama dengan pengertian adaptasi yang digunakan oleh para ahli biologi untuk menggambarkan proses penyesuaian mahluk hidup dengan lingkungan alam di mana ia hidup.
Tujuan akomodasi:
- Untuk mengurangi pertentangan antara orang-orang atau kelompok-kelompok akibat perbedaan faham. Dalam hal ini akomodasi diarahkan untuk memperoleh sintesa baru dari faham-faham yang berbeda.
- Untuk mencegah meledaknya pertentangan untuk sementara waktu
- Untuk memungkinkan dilangsungkannya kerjasama di antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang karena faktor psikologi atau kebudayaan menjadi terpisah satu dari lainnya
- Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok yang sebelumnya terpisah
- Kompromi (pihak yang bertikai saling mengurangi tuntutan)
- Toleransi (saling menghargai, menghormati, membiarkan di antara pihak-pihak yang sebenarnya saling berbeda)
- Konsiliasi (usaha yang bersifat kelembagaan untuk mempertemukan pihak-pihak yang bertikai sehingga dicapai kesepakatan bersama)
- Koersi (keadaan tanpa konflik karena terpaksa; akibat dari berbedanya secara tajam kedudukan atau kekuatan di antara fihak-fihak yang berbeda, misalnya antara buruh–majikan, orangtua-anak, pemimpin-pengikut, dan seterusnya)
- Mediasi (penyelesaian konflik melalui pihak ketiga yang netral sebagai penasehat)
- Arbitrasi (penyelesaian konflik melalui pihak ketiga yang berwenang untuk mengambil keputusan penyelesaian)
- Stalemate (perang dingin, yakni keadaan seimbang tanpa konflik karena yang bertikai memiliki kekuatan yang seimbang
- Displacement (menghindari konflik dengan mengalihkan perhatian)
- Ajudikasi (penyelesaian konflik melalui proses hukum/in court)
3. Asimilasi
Asimilasi merupakan proses sosial tingkat lanjut yang ditandai oleh adanya upaya-upaya mengurangi perbedaan serta mempertinggi kesatuan tindakan, sikap dan proses-proses mental di antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok dengan memperhatikan kepentingan atau tujuan bersama.
Asimilasi akan terjadi apabila:
- dua kelompok yang berbeda kebudayaan
- individu/warga kelompok saling bertemu dan bergaul intensif dalam waktu yang lama, sehingga
- terjadi kontak kebudayaan (akulturasi) yang memungkinkan dua kelompok yang berbeda itu saling mengadopsi (meminjam) unsur-unsur kebudayaan
- cara hidup dan kebudayaan dua kelompok itu saling menyesuaikan diri sehingga masing-masing mengalami perubahan
- kelompok-kelompok tersebut melebur membentuk kelompok baru dengan cara hidup dan kebudayaan baru yang berbeda dari kelompok asal
- tidak mengalami hambatan dan pembatasan
- interaksi berlangsung primer
- interaksi berlangsung dengan frekuensi yang tinggi dan dalam keseimbangan
- toleransi
- kesempatan yang seimbang dalam proses ekonomi
- sikap menghargai orang asing dengan segenap kebudayaannya
- sikap terbuka dari golongan yang berkuasa (elite/the rulling class)
- persamaan unsur-unsur kebudayaan
- perkawinan campuran (amalgamasi)
- terisolirnya suatu kelompok
- kurangnya pengetahuan terhadap kebudayaan lain
- adanya prasangka terhadap kebudayaan lain
- penilaian bahwa kebudayaan kelompoknya lebih tinggi derajatnya (ethnosentrisme)
- Loyalitas yang berlebihan kepada kelompok bawaan lahirnya (primordialisme)
- in group feeling yang kuat
- perbedaan warna kulit dan ciri-ciri badaniah (ras)
Unsur-unsur kebudayaan yang mudah diterima:
- Unsur kebudayaan material dan teknologi
- Unsur kebudayaan yang mudah disesuaikan
- Unsur kebudayaan yang dampaknya tidak begitu mendalam, misalnya mode (fashion) atau unsur kesenian
- Unsur-unsur yang berkaitan dengan nilai yang mendasari pola berfikir dan cara hidup, misalnya: agama, ideologi atau falsafah hidup
- Unsur kebudayaan yang telah tersosialisasi dan terinternalisasikan secara luas dan mendalam: sistem kekerabatan (discent), makanan pokok, kebiasaan makan, dan sebagainya.
- golongan muda yang identitas diri dan kepribadiannya belum mantap
- kelompok masyarakat yang tidak mapan atau anti kemapanan
- kelompok masyarakat yang berada dalam tekanan, misalnya kaum minoritas
- golongan terdidik (kelas menengah/perkotaan)
Proses-proses disosiatif, meliputi
1. Persaingan (Kompetisi)
Persaingan merupakan suatu proses sosial di mana orang-perorangan atau kelompok-kelompok saling memperebutkan sesuatu yang menjadi pusat perhatian dengan cara berusaha menarik perhatian atau mempertajam prasangka, tanpa disertai dengan tindakan kekerasan ataupun ancaman, melainkan dengan peningkatan mutu atau kualitas diri.
Persaingan mempunyai dua tipe umum, yaitu:
- bersifat personal/pribadi atau perorangan (rivalry),
- bersifat korporasi atau kelompok
2. Konflik (Pertikaian)
Pertikaian atau konflik merupakan proses sosial seperti halnya kompetisi atau persaingan, hanya bedanya pada pertikaian disertai dengan ancaman dan/atau tindak kekerasaan, baik fisik maupun nonfisik.
Pertikaian dapat timbul karena:
- perbedaan individual, berupa pendirian atau perasaan
- perbedaan kebudayaan, berupa perbedaan sistem nilai atau norma
- perbedaan kepentingan, berupa kepentingan ekonomi atau politik
- perubahan sosial dan budaya yang berlangsung cepat sehingga para warga masyarakat kesulitan menyesuaikan diri dengan keadaan baru, misalnya antara kelompok yang mempertahankan status quo dengan kelompok reformis (pembaru).
3. Kontrvensi
Kontravensi merupakan proses sosial yang berada di antara persaingan dan konflik. Kontravensi merupakan sikap yang tersembunyi terhadap pihak-pihak lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan suatu golongan. Sikap tersebut dapat berubah menjadi kebencian, tetapi tidak sampai menimbulkan pertikaian.
Bentuk-bentuk kontravensi:
- proses umum: perbuatan menolak, keengganan, menganggu proses atau mengacaukan rencana
- sederhana: menyangkal pernyataan di depan umum, memaki, mencerca, memfitnah, menyebarakan selebaran atau melemparkan pembuktian kepada orang lain
- intensif: menghasut, menyebarkan desas-desus
- taktis: mengejutkan lawan dengan perang urat syaraf (psy war), unjuk kekuatan (show of force), dan sebagainya.
Keteraturan sosial terjadi apabila tindakan dan interaksi sosial di antara para warga masyarakat berlangsung sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku.
Menurut para penganut teori fungsionalisme struktural, meskipun di dalam masyarakat terdapat unsur-unsur sosial yang saling berbeda, tetapi unsur-unsur tersebut cenderung saling menyesuaikan sehingga membentuk suatu keseimbangan (equilibrium) dalam kehidupan sosial. Sedangkan menurut para penganut teori konflik, keteraturan sosial akan terjadi apabila dalam masyarakat terdapat unsur sosial yang dominan (menguasai) atau adanya ketergantungan ekonomi satu terhadap lainnya.
Wujud nyata dari keseimbangan ini adalah keteraturan sosial, yaitu kondisi di mana cara berfikir, berperasaan dan bertindak serta interaksi sosial di antara para warga masyarakat selaras (konformis) dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang belaku dalam masyarakat yang besangkutan.
Keteraturan sosial akan tercipta dalam masyarakat apabila:
- terdapat sistem nilai dan norma sosial yang jelas. Jika nilai dan norma dalam masyarakat tidak jelas akan menimbulkan keadaan yang dinamakan anomie (kekacauan norma).
- individu atau kelompok dalam masyarakat mengetahui dan memahami nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku
- individu atau kelompok menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku
- berfungsinya sistem pengendalian sosial (social control)